TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SANKSI PIDANA BAGI PERBUATAN MEMPERJUALBELIKAN SATWA LANGKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 0106/Pid.Sus/2010.PN.DPS)
Oleh :
Sabungan Sibarani 1)
Abstract
Endangered species that are difficult to find in their natural habitat because the population is almost extinct makes the government issued regulations for the protection of endangered species and extinction. It was marked by the publication of Law No. 5 of 1990 on Conservation of Natural Resources and Ecosystems. The problem faced in this research is how to setup the crime of illegal trade of protected wildlife? and whether the Denpasar District Court No.0106 / Pid.Sus / 2010.PN.DPS compliance with applicable regulations? The method used is normative research with secondary data and qualitative analysis. The results of the study soon is setting endangered species, other than stipulated in Law No. 5 of 1990 on Conservation of Natural Resources and Ecosystems also regulated in PP No. 7, 1999 on the types of plants and animals are protected and Article 56 of Regulation No. 8 of 1999 on the Utilization of Wild Plants and Animals. Suitability Denpasar District Court judge's decision No. 016 / Pid.Sus / 2010.PN.DPS is filled with elements such as indicted article is subject to Article 21 paragraph (2) d of Article 40 paragraph (2) of Law No. 5 of 1990 on Conservation of Natural Resources and Ecosystems Jo Article 4 (2) PP No. 7 1999 about Types of Protected Plants and Animals and in accordance with Appendix List Number 224 is made clear by Article 56 of Regulation No. 8, 1999, and subject to imprisonment for 4 (four) months, and set criminal defendant need not be undertaken unless there is a decision a judge later stated defendant commit a criminal act before it ends with a probationary period of 8 (eight) months
Keywords: Criminal Law, Criminal Penalties For Deeds trade in Endangered
species.
Abstrak
Satwa langka yang telah sulit ditemui di habitat aslinya karena populasinya hampir punah membuat Pemerintah menerbitkan peraturan perundang-undangan untuk perlindungan satwa langka dan kepunahannya. Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan tindak pidana perdagangan illegal satwa liar yang dilindungi? dan apakah putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 0106/Pid.Sus/2010.PN.DPS telah sesuai dengan peraturan yang berlaku? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan data sekunder dan dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian adalah pengaturan satwa langka, selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga diatur dalam PP RI No. 7 Tahun 1999 tentang jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan Pasal 56 PP RI No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar. Kesesuaian putusan hakim Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 016/Pid.Sus/2010.PN.DPS adalah denagn dipenuhi unsur-unsur seperti pasal yang didakwakan yaitu dikenakan Pasal 21 ayat (2) huruf d Pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 4 ayat (2) PP RI No. 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi dan sesuai dengan Daftar Lampiran Nomor Urut 224 yang diperjelas dengan Pasal 56 PP RI No. 8 Tahun 1999, dan dikenakan pidana penjara selama 4 (empat) bulan, dan menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani terdakwa, kecuali dikemudian hari ada putusan hakim yang menyatakan terdakwa melakukan perbuatan pidana sebelum berakhir dengan masa percobaan selama 8 (delapan) bulan
Kata Kunci : Hukum Pidana, Sanksi Pidana Bagi Perbuatan Memperjualbelikan
Satwa langka.
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kekayaan alam didalamnya, diantaranya mempunyai berbagai macam satwa. Satwa-satwa tersebut tersebar keseluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Satwa yang ada di habitat wilayah Indonesia adalah ciri suatu pulau yang didiami satwa tersebut, karena ekosistem didalamnya mendukung akan perkembangbiakan satwa tersebut. Di Indonesia sendiri satwa-satwa tersebut sudah sangat langka untuk ditemui di habitat aslinya. Satwa-satwa langka tersebut diantaranya yang sudah jarang ditemui di tempat aslinya, seperti harimau Sumatera, badak bercula satu, anoa, burung Cendrawasih, gajah Sumatera, harimau Jawa, dan masih banyak lagi satwa-satwa yang hidup di daratan, perairan, dan di udara yang terancam punah.
Satwa langka yang telah sulit ditemui di habitat aslinya karena populasinya hampir punah, membuat Pemerintah menerbitkan peraturan perundang-undangan untuk perlindungan satwa langka dan kepunahannya. Hal itu ditandai dengan diterbitkannya Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Yang mana Undang-undang ini menentukan pula kategori atau kawasan suaka alam dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengamanan keanekaragaman satwa langka, serta ekosistemnya.
Peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan satwa selain Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, antara lain :
1. Peraturan Pemerintah No.13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru.
2. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan di Taman Hutan Raya.
3. Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Peraturan-peraturan tersebut di atas mengatur semua jenis satwa langka yang dilindungi oleh negara, baik yang dimiliki dimasyarakat maupun yang tidak dapat dimiliki oleh masyarakat, dikarenakan satwa langka tersebut sudah hampir punah, dihabitat aslinya sudah jarang ditemui. Dengan adanya Undang-undang No.5 tahun 1990 telah ditetapkan mana yang disebut satwa langka yang boleh dipelihara dan tidak boleh dipelihara oleh manusia.
Hal inilah yang membuat manusia ingin memiliki satwa untuk dipelihara, dimiliki demi kesenangan tersendiri. Itu semua tidak terlepas dari perilaku satwa itu sendiri yang mana satwa tersebut mempunyai daya tarik untuk dimiliki. Pada sekarang ini untuk memiliki satwa-satwa tersebut dapat ditemui, misalnya di pasar hewan yang mana banyaknya penjualan satwa-satwa langka yang dilindungi terdapat didaerah tersebut, serta dengan cara berburu dimana nantinya satwa yang diburu itu kebanyakan akan diawetkan diambil kulitnya dan bagian tubuh lainnya hanya untuk kesenangan dan keindahan bagi yang memilikinya.2
Pembangunan dengan lingkungan hidup memang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, baik dari segi rnanfaat maupun segi pengaruh negatif dari hasil sampingan yang diberikan secara bersamaan. Mengingat akan keterkaitannya tersebut, berbagai usaha dilakukan Pemerintah Indonesia sebagai penanggung jawab utama dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia untuk dapat memperkecil dampak negatifnya agar tercipta lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Salah satu wujud usahanya adalah berupa penetapan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, seperti misalnya Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (selanjutnya disebut UU Konservasi).
Manusia melakukan perburuan satwa liar pada dasarnya antara lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman ataupun kebudayaan, maka perburuan satwa liar kini juga dilakukan sebagai hobi maupun kesenangan yang bersifat exklusif (memelihara satwa liar yang dilindungi, sebagai simbol status) dan untuk diperdagangkan dalam bentuk produk dari satwa liar yang dilindungi misalnya gading gajah.3
Perdagangan satwa liar yang dilindungi baik hidup maupun sudah mati (bagian-bagian tubuhnya) tidak hanya terjadi di wilayah Denpasar saja tetapi diseluruh wilayah Indonesia yang kemudian melatarbelakangi penulisan skripsi. Skripsi ini berusaha untuk membahas dan menguraikan segi-segi penegakkan hukum pidana terhadap perdagangan illegal satwa liar yang dilindungi, dan dikaji secara teoritis berdasarkan peraturan perundang-undangan terutama UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya termasuk juga penerapannya dalam praktik di pengadilan terhadap kasus perdagangan satwa yang dilindungi. 4
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari tiap generasi untuk melindunginya. Seperti misalnya di Taman Nasional Bali Barat sebagai kawasan konservasi sumber daya alam hayati yang harus dijaga dari tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ataupun tindakan lain yang melanggar ketentuan Undang-Undang Konservasi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin lagi. Akibat dari sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.5
Pemerintah melakukan pelestarian satwa liar dengan tujuan untuk mengendalikan bahaya dari ancaman kepunahan dan perdagangan gelap. Diantaranya dengan melakukan kerjasama dengan industri, pemerintah lain (provinsi), organisasi atau sektor swasta. Pengawasan lalu lintas peredaran satwa yang menjadi obyek komoditas perdagangan, sesuai dengan penetapan jatah penangkapan dan pengambilan di alam, dilakukan dengan cara menerbitkan Surat Angkut Satwa, baik untuk di dalam negeri maupun di luar negeri. Secara tegas diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan No.62/Kpts-ll/1998. Banyaknya satwa langka yang dipelihara, diperdagangkan yang sering ditemui di pasar hewan merupakan satwa yang tergolong, satwa yang dilindungi atau yang termasuk hampir punah.6 Sedangkan jenis satwa yang tidak dilindungi adalah jenis yang keberadaannya atau populasi masih memungkinkan untuk dimanfaatkan, termasuk diperdagangkan. Perilaku satwa ini yang banyak diperdagangkan, namun masyarakat tidak dapat membedakan satwa yang dilindungi dan yang tidak dilindungi. Kesemuanya itu dapat diketahui apabila ada izin yang mengatur tentang kepemilikan satwa yang dilindungi, ditetapkan oleh Departemen Kehutanan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam.
Perilaku manusia ini yang dapat mengancam kepunahan dari satwa langka yang mana ambisi manusia ingin memiliki tetapi tidak memperdulikan populasinya dihabitat asalnya. Kepunahan satwa langka ini dapat dicegah dengan ditetapkan periindungan hukum terhadap satwa langka yang dilindungi. Pencegahan ini bertujuan agar satwa-satwa langka yang hampir punah, hanya menjadi cerita bagi anak cucu klta nantinya karena keserakahan manusia dalam mengambil keuntungan dari yang diperolehnya. Kepunahan satwa langka ini bisa tidak terjadi apabila kita semua menjaga kelestanan alam, yang mana didalam terdapat populasi satwa serta ekosistem yang berada didalamnya, serta mencegah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alam atau perbuatan manusia sendiri. Satwa langka yang mengalami kepunahan sebaiknya tidak boleh dimiliki, ditangkap, diburu serta diperjualbelikan, hal ini untuk menjaga kelestanan satwa tersebut dari kepunahan yang disebabkan oleh manusia atau alam disekitarnya.7
Seperti tindak pidana memperjualbelikan satwa langka yang dilakukan oleh Yuli Sucahyo alias Yoyok, dimana perkara kejahatan bermula dari terdakwa mendapatkan kepala Kambing atau Giant Helmint Shell atau Cassis Cornuta dari pedagang ulakan dengan cara membeli seharga Rp 45.000,- (empat puluh lima ribu rupiah) perbuah, kemudian kerang kepala kambing ditempatkan atau di pajang di toko terdakwa di Jalan Raya Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Bandung, kemudian dijual kepada saksi Yenny Lesly dengan harga per buah Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) dan terdakwa mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 225.000,- (dua ratus dua puluh lima ribu rupiah), pada hari Selasa tanggal 12 Mei 2009 sekira pukul 11.30 wita saat petugas menemukan barang berupa kerang kepala kambing atau Giant Helmint Shell atau Cassis Cornuta di UD Top Cargo, saat petugas menanyakan kepada saksi Yenny Lesly atas keberadaan kerang tersebut, Dia mendapatkan kerang itu dari terdakwa dengan cara membeli dengan harga per buah Rp. 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) dengan jumlah keseluruhaan seharga Rp. 900.000,- (sembilan ratus ribu rupiah) tersebut diamankan untuk disita dan digunakan untuk barang bukti, dan memanggil terdakwa untuk diproses lebih lanjut, saat petugas menanyakan terdakwa tidak mempunyai surat izin dari pihak yang berwenang.
B. Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan pada skripsi yang berjudul" Tinjauan Yuridis Terhadap Sanksi Pidana Bagi Pebuatan Memperjualbelikan Satwa Langka (Studi Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 0106/Pid.Sus/2010.Pn.Dps)". yaitu:
- Bagaimana pengaturan sanksi bagi perbuatan memperjualbelikan satwa liar yang dilindungi?
- Apakah Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 0106/Pid.Sus/2010. PN.DPS telah sesuai dengan peraturan yang berlaku ?
C. Pembahasan
1. Analisis Terhadap Pengaturan yang Mengatur Sanksi Pidana Bagi Perbuatan Memperjualbelikan Satwa Langka
Dalam Undang-undang Rl No. 5 Tahun 1990 antara lain mengatur tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar tersebut perlu ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah untuk menjamin kelancaran, ketertiban dan kelestarian sumber daya alam hayati dalam melaksanakan segala kegiatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa. Dimana dalam hal ini, berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yaitu mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati tersebut untuk menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam memanfaatkan tumbuhan dan satwa selalu dipegang prinsip menghindari bahaya kepunahan dan atau menghindari penurunan potensi pertumbuhan populasi tumbuhan dan satwa liar.
Pemanfaatan tumbuhan dan satwa dilakukan melalui bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan, pertukaran, budidaya tanaman obatobatan ataupun pemeliharaan untuk kesenangan.
Dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d, dijelaskan bahwa setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dan bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Juga Pasal 40 ayat (2) tentang ketentuan pidana "Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) telah pas dikenakan pada terdakwa dalam kasus ini. Dimana terdakwa; Yuli Sucahyo alias Yoyok bahwa benar telah memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau satwa yang dilindungi atau bagian-bagian lain satwa yang di lindungi atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia berupa 15 buah kerang kepala kambing/Giant Helmit Shell/ Cassis Cornuta.
Perbuatan terdakwa Yuli Sucahyo alias Yoyok adalah memperjualbelikan satwa langka, sebagaimana di atur dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf d Pasal 40 Ayat (2) UU Rl No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo pasal 4 (2) PP Rl No.7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhaan dan Satwa yang Dilindungi sesuai dengan Daftar Lampiran Nomor Urut 224, yang diperjelas dengan PP Rl No.8 Tahun 1999.
Pengaturan sanksi pidana bagi perbuatan memperjualbelikan satwa langka nampak jelas dan mengikat, diantaranya yang dengan sengaja memperjualbelikan kerang kepala kambing atau Giant Helmit Shell yang dilindungi sesuai dengan pasal 21 Ayat (2) huruf d pasal 40 ayat (2) UU Rl No.5 Tahun 1990 tentang konservasi tentang sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 4 Jo Pasal 4 (2) PP Rl No.7 Tahun 1999 tentang jenis-jenis tumbuhaan dan satwa yang dilindungi sesuai dengan daftar lampiran Nomor urut 224, yang diperjelas dengan PP Rl No.8 Tahun 1999. Dan hukuman pidananya adalah pidana 4 (empat) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) dengan ketentuan bahwa apabila pidana denda tersebut tidak di bayar diganti dengan pidana kurungan 2 (dua) bulan.
Secara lengkap, ketentuan dalam Undang-Undang no.5 Tahun 1990 ini berbunyi:
- Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
- Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
2. Analisis Terhadap Kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 0106/Pid.Sus/2010.PN.DPS dengan Ketentuan yang Berlaku
Berdasarkan putusan hakim, bahwa terdakwa; YULI SUCAHYO alias YOYOK dikenakan Pasal 21 ayat (2) huruf d Pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 4 Yo (2) PP RI No. 7 Tahun 1999 tentang jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan sesuai dengan daftar lampiran nomor urut 224 yang diperjelas dengan Pasal 56 PP RI No. 8 tahun 1999, dan dikenakan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) denga ketentuan bahwa apabila denda tersebut dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Dan menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani terdakwa, kecuali dikemudian hari ada putusan hakim yang menyatakan terdakwa melakukan perbuatan pidana sebelum berakhir dengan masa percobaan selama 8 (delapan) bulan.
Dimana pertimbangan hukumnya dalam Pasal 56 PP Rl No. 8 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa ayat (1) Barangsiapa melakukan perdagangan satwa liar yang dilindungi dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan ayat (2) (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Dalam hal ini terdakwa benar-benar telah menyalahi aturan tentang perbuatan memperjualbelikan satwa langka yaitu 15 buah kerang kepala kambing/G/anf Helmit Shell! Cassis Comuta. Padahal spesies ini telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindnungi oleh Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dan tidak boleh diperjual-belikan oleh masyarakat umum.
Dalam Pasal 21 (2) huruf d Jo pasal 40 (2) UU Rl No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya Jo pasal 4 (2) PP Rl No.7 tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi sesuai dengan Daftar Lampiran No urut 224 yang diperjelas dengan PP Rl no 8 tahun 1999, serta pasal- pasal lain yang berkaitan dengan pasal-pasal dalam Peraturan perundangan-undangan lainnya dengan berkaitan dengan pasal dalam perkara ini,
Pertimbangan hukum lainnya adalah adalah bahwa perdagangan satwa langka yang dilindungi pemerintah bila tidak ditangani secara sungguh-sungguh maka hewan yang dilindungi tersebut terancam kepunahan. Tingginya keuntungan yang dapat diperoleh dan kecilnya risiko hukum yang harus dihadapi oleh pelaku perdagangan ilegal tersebut. Padahal dalam undang-undang sudah diatur mengenai larangan baik memperjual-belikan satwa yang dilindungi maupun memelihara atau memiliki satwa langka yang dilindungi tersebut. Dalam undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dalam Bab V Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, pasal 21 ayat (2)a menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Namun kenyataannya larangan yang ada dalam undang-undang ini tidak membuat para pelaku untuk memperjual-belikan satwa tersebut takut, malah satwa tersebut makin marak diperjual-belikan dan ada tempat yang khusus memperjual-belikan satwa yang dilindungi tersebut.
Perdagangan satwa dilindungi adalah melanggar UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pelaku perdagangan satwa dilindungi dapat dijerat hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Meskipun sudah ada hukum yang melindungi satwa liar dari perdagangan ilegal, namun pada prakteknya perdagangan satwa liar masih terjadi secara terbuka di banyak tempat di Indonesia.
Perdagangan satwa liar tersebut menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa karena kebanyakan mereka hasil tangkapan dari alam. Hal ini akan membuat satwa liar asli Indonesia menjadi semakin terancam punah, apalagi ditunjang dengan habitat satwa liar yang kian menyempit dan menurun kualitasnya. Banyak pihak memandang sudah saatnya isu perdagangan satwa liar menjadi isu nasional, hal ini untuk memastikan agar semua aparat penegak hukum di Indonesia bisa bekerja lebih efesien dan terkoordinir dalam memerangi perdagangan satwa liar ilegal, kerang kepala kambing/G/anf Helm'rt Shelll Cassis Comuta.
Undang - Undang no 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur semua jenis satwa langka yang dilindungi oleh negara, baik yang dimiliki dimasyarakat maupun yang tidak dapat dimiliki oleh masyarakat. Perilaku manusia yang dapat mengancam kepunahan dari satwa langka yang mana ambisi manusia ingin memiliki tetapi tidak memperdulikan populasinya dihabitat asalnya. Kepunahan satwa langka ini dapat dicegah dengan ditetapkan perlindungan hukum terhadap satwa langka yang dilindungi. Pencegahan ini bertujuan agar satwa-satwa langka yang hampir punah, hanya menjadi cerita bagi anak cucu kita nantinya karena keserakahan manusia dalam mengambil keuntungan dari yang diperolehnya. Kepunahan satwa langka ini bisa tidak terjadi apabila kita semua menjaga kelestarian alam, yang mana didalam terdapat populasi satwa serta ekosistem yang berada didalamnya, serta mencegah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alam atau perbuatan manusia sendiri. Satwa langka yang mengalami kepunahan sebaiknya tidak boleh dimiliki, ditangkap, diburu serta diperjualbelikan, hal ini untuk menjaga kelestarian satwa tersebut dari kepunahan yang disebabkan oleh manusia atau alam disekitarnya.
Dan tak terkalah penting, bahwa ada kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 0106/Pid.Sus/2010.PN.DPS dengan ketentuan yang beriaku, diantaranya adalah Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, Hayati dan Ekosistemnya (selanjutnya disebut UU Konservasi) PPRI No. 7 Tahun 1999 tentang jenis-jenis tumbuhan dan satwa PPRI No. 8 Tahun 1999. Dan dalam kaitan ini juga telah selaras atau sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan telah memenuhi unsur-unsur yang dimaksud, diantaranya adalah :
1. Unsur: "setiap orang"
Menimbang bahwa unsur "setiap orang dilarang" terdiri dari kata setiap orang, kata setiap berarti siapa saja, semua tanpa kecuali, sedangkan kata orang menunjuk pada subyek hukum, bahwa pada setiap subyek hukum melekat erat kemampuan bertanggungjawab atau keadaan yang dapat mengakibatkan orang yang telah melakukan sesuatu yang secara tegas dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang sehingga seseorang sebagai subyek hukum untuk dapat dihukum harus memiliki kemampuan bertanggungjawab. Jadi, pengertian barang siapa dalam perkara ini dihubungkan dengan fakta yang terungkap dipersidangan berdasarkan keterangan terdakwa, saksi-saksi atau serta dengan adanya barang bukti jelas terungkap fakta barang siapa adalah terdakwa YULI SUCAHYO alias YOYOK.
2. Unsur: "dengan sengaja memperniagakan, menyimpan dan memiliki. Menimbang bahwa pengertian memperniagakan adalah menjualbelikan benda dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi Putu Smartana Arya, Yenny Lesy, Made Ayu Ratna Sari, Rusmiaty serta pengakuan terdakwa sendiri, pada hari Selasa tanggal 12 Mei 2009 pukul 11.30 wita bertampa di Ud Top Cargo Jalan Raya kerobokan No. 137 Kecamatan Kuta Kabupaten Badung terdakwa telah menjual kerang kepala kambing kepada Yenny Lesy yang merupakan satwa yang dilindungi oleh undang-undang karena unsur telah terpenuhi.
3. Unsur: "kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut. Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sesuai dengan keterangan saksi ahli Fathur Rohman yang menerangkan bahwa kernag kepala kambing/G/anf Helmit shell adalah merupakan kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang diindungi dan dilarang untuk diperniagakan dan juga berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan dalam berkas perkara ini dibenarkan oleh saksi dan terdakwa, karena unsur inipun telah terpenuhi. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka unsur-unsur dalam pasal dakwaan tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh Terdakwa, sehingga kepada terdakwa harus dinyatakan pula terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "DENGAN SENGAJA MEMPERJUALBELIKAN KERANG KEPALA / GIANT HEMIT SHELL YANG DILINDUNGI".
Disisi lain, bahwa ada beberapa kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 0106/Pid. Sus/2010.PN.DPS dengan Ketentuan yang berlaku, diantaranya adalah PP RI No. 7 Taghun 1999 tentang Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sesuai dengan daftar lampiran Nomor urut 224, yang diperjelas dengan PPRI No. 8 Tahun 1999 dan unsur-unsur yang disebutkan di atas juga telah terpenuhi.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Pengaturan tindak pidana perdagangan ilegal satwa langka yang dilindungi pemerintah diatur dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf d dan Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 4 (2) PP RI No. 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi sesuai dengan Daftar Lampiran nomor urut 224, yang diperjelas dengan PP RI No. 8 Tahun 1999.
b. Putusan hakim Pengadilan Negeri Denpasar No. 0106/Pid.Sus/2010.Pn.Dps yang menghukum terdakwa telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Putusan tersebut didasarkan pada fakta adanya tindak pidana memperjualbelikan satwa langka yang dilindungi negara, dan hukumannya telah sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Saran
a. Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif mengenai jenis satwa langka yang dilindungi, hal ini dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya tindak perdagangan satwa ilegal sebagai akibat ketidaktahuan masyarakat.
- Hendaknya pemerintah melalui instansi terkait, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi yang bergerak di bidang lingkungan, khususnya pelestarian alam dan satwa melakukan penyuluhan hukum khususnya tentang aspek pidana pelanggaran memperjualbelikan satwa langka yang dilindungi kepada masyarakat secara keseluruhan dan penduduk setempat pada khususnya.
E. Referensi
Koesnadi Hardikasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, edisi kedelapan cetakan keduapuluh, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.
Tony Suhartono, dkk, Pelaksanaan Konvensi CITES, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=comcontent&view=article&id=54satwa&catid= 5:perizinan<emid=127 ( diunduh pada tanggal 03/08/11 Pukul 23.13 WIB )
http//:www.bloghukum.comAindex.php=article&id=122:penegakan-pidana-konservasi-sda-hayati-dan-ekosistem&catid=2:pidana<emid=68 (diunduh pada tanggal 18/08/11 pada pukul 15.00 WIB)
2 http://www.lawskripsi.com/index.php?option=comcontent&view=article&id=54satwa&catid= 5:perizinan<emid=127 ( diunduh pada tanggal 03/08/11 Pukul 23.13 WIB )
3 Ibid.
4 Tony Suhartono, dkk, Pelaksanaan Konvensi CITES, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, hal. 5.
5http//:www.bloghukum.comAindex.php=article&id=122:penegakan-pidana-konservasi-sda-hayati-dan-ekosistem&catid=2:pidana<emid=68 (diunduh pada tanggal 18/08/11 pada pukul 15.00 WIB)
6Ibid.
7Ibid.